Mujiati
Ada
sebuah rumah milik keluarga yang ekonominya kurang. Tampak di sana ada sebuah
bangku yang terbuat dari bamboo. Di depan rumah terlihat Anto yang sedang
menyapu teras rumahnya. Terdengar suara dari belakang.
Eka
: Bapak…!!! (dengan suara yang agak marah).
Ek
: Bapak…!!! (agak marah).
Eka
: Bapak!! Pak…(suara yang makin keras).
Terdengar
suara menyapu.
Eka
: Bapak…!!!(marah)
Anto
: Ada apa to bu, pagi-pagi sudah marah.
Ada apa?
Eka
: Bapak itu lo!!! Dipanggil-panggil
malah nyapu terus.
Anto : Memangnya ada apa, seperti ada masalah
berat saja.
Eka :
Masalah berat seperti koruptor aja. Pak! Kayunya habis. Padahal ibu mau buat
sarapan pagi mau menggoreng telur untuk lauk kita Pak!!!
Anto
: o… itu. Cuma masalah kehabisan kayu
bakar. Kalau habis kan bisa pakai kompor.
Eka
: kompor minyaknya habis. Sudah lama
ibu tidak memakai kompor.
Anto :
Ya… sudah Bapak carikan kayu di belakang rumah kita sepertinya ada ranting
kering yang belum Bapak ambil kemarin selesai membersihkan kebun. Ibu teruskan
kerjaan Bapak dulu. Nih…(sambil
menyerahkan sapu lidinya)
Eka :
Bapak ini lho, sudah dibilangin kalau nyapu sampahnya jangan di buang di bawah
kembang kertas. Entar tambah susah bakar sampahnya. Kalau buangnya di sini
terkena angin akan beterbangan. Susah kalau di omongi (sambil nyapu)
Anto
: Sudah bu bapak carikan, jangan
marah-marah lagi. tidak enak didengar tetangga.
Eka :
Bapak ini gimana, Bapak ini tidak mengerti keinginan seorang istri. Seorang
istri selalu punya kebutuhan pak!!! Dan bapak…
Anto :
Selalu tidak mau menuruti kebutuhan istri (duduk).
Betulkan? Bapak juga tahu kalau seorang istri itu mempunyai kebutuhan. Akan
tetapi bu, cobalah sedikit demi sedikit untuk sabar dan nrimo, jika memang
kebutuhan itu belum bisa terpenuhi sekarang. Jika ibu mempunyai rasa sabar dan
nrimo pasti keadaan rumah kita akan lebih tenang. Nyaman. Adem Ayem. Ya seperti
tetangga kita.
Anto :
bagaimana bu. Enakkan kalau suatu rumah tidak ada orang yang marah. Didengar
tetangga juga enak. Didengar saja sudah enak apalagi merasakannya. Pasti lebih
enak bu.
Eka :
tetangga-tetangga kita tu semua keinginannya bisa terpenuhi pasti mulutnya
jarang ngomel. Lalu apa yang bapak kasih kepada ibu. Nasihat? Sudah bosan pak
dengar nasihat bapak terus. Nasihat terus tapi tidak ada usaha.
Anto
: terserah ibu lah. (minum) kopinya kok pahit to bu!!!
Eka
: gulanya sudah habis. Mungkin
dimakan semut pak.
Anto :
jangan suka berkata seperti itu bu. Biarpun pahit kopinya tapi kalau lihat ibu
tersenyum. Kopi ini rasanya manis sekali seperti dirimu bu!! Karena bapak harus
bersaing dengan Guru, tentara. Hanya ingin mendapatkan ibu. Mereka semua sudah
mapan dan mandiri. Padahal sekarang dia mau tinggal di gubuk yang reot ini. (eka agak tersipu).
Anto
: ibu tersenyum kan?
Eka
: ibu geli bapak ngomong seperti itu.
Anto
: masak sih bu?
Eka :
ahh.. bapak ini pagi-pagi sudah menggombal, tidak enak di dengar sama anak-anak
kalau mereka ampai mendengarnya. Malu pak. Ya sudah pak, ibu mau buat sarapan
dulu nanti malah keburu anak-anak duluan berangkat ke sekolah. Itu sampahnya
tinggal di bakar dan jauh-jauh bakarnya dari kembang kertas. (Pergi)
Eka
: pak… pak… (suara keras). Bapak…
Anto
: ada apa lagi bu?
Eka :
lihat. Sebenarnya bapak ini mau membantu ibu tidak? Ini kayu buat pagar sayuran
biar tidak di makan kambing. Ibu mencarinya susah payah. Enak aja tinggal ambil
terus potong-potong. Kalau tidak mau susah payah nyari, ya sudah. Ibu mau minta
kayu tetangga sebelah saja. (sambil
marah-marah terus pergi)
Agus
: bapak!!! Aku pergi ke sekolah dulu
ya? Agus pergi dulu… asalamualaikm (keluar)
Anto
: wailaikumsalam…. tunggu sarapan dulu
nak!! (sambil teriak)
Agus :
tidak pak, agus buru-buru mau piket. Entar sarapan di sekolah saja. Pergi pak …
(sambil berlari dan teriak)
Anto
: dasar anak-anak (sambil menggelengkan kepala)
Anto
: bu, agus sudah pergi katanya dia mau
sarapan di sekolah.
Eka :
ini gara-gara bapak, besok-besok kalau sepulang dari kebun bawa kayu bakar.
Kebiasaan bapak kalau tidak di beritahu tidak pengertian dengan kebutuhan
istri.
Anto :
bu (agak membentak)!!! Bapak belum
mencari kayu, Cuma gara-gara kayu pagi-pagi sudah marah. Bu kita harus sabar
dalam menghadapi segala masalah yang diberikan Tuhan, termasuk cobaan ini.
Sudahlah… bapak pergi dulu.
eka :
(jangan kelewatan ya pak, Cuma mencari
kayu apa susahnya. Memang tidak pengertian bapak ini)
Hery
: asalamualaikum…
Eka
: waalaikumsalam, eh… pak hery! Ada
apa pak?
Hery
: bapaknya ada?
Eka
: barusan pergi. Memangnya ada apa
pak?
Hery :
ah… tidak hanya pingin ngobrol saja, di rumah pusing melihat istri sibuk menata
perhiasan dan duitnya. Kursi bu eka sudah agak tua ya dan sangat ketinggalan
zaman berbeda dengan punya saya.
Eka
: ya begitulah pak (berfirasat buruk)
Hery
: lalu atap bu sumi juga sudah mulai
rapuh. Besa dengan atap saya ya.
Eka
: bapak datang ke sini ada keperluan
apa ya pak? (agak kesal)
Hery :
(semakin nglunjak) lalu suami ibu
Cuma petani biasa ya. Sangat beda jauh dengan saya. Seorang petani biasa dengan
seorang kantoran.
Eka :
pak!!! Kalau niat pak hery datang kesini hanya untuk menghina keluarga kami.
Silahkan angkat kaki dari rumah ini!!!
Hery
: bukan begitu maksud saya….(semakin menjadi) tapi begini bu eka.
Eka
: jangan kelewatan ya pak, apa maksud
pak hery?
Hery :
ibu kan tahu sendiri maksud saya. Kalau pak hery yang kaya ini ingin… (berbalik melihat pak anton. Lalu
memperhatikan anto yang muncul dari pintu belakang) membeli kursi yang
lapuk ini.
Anto :
begini pak hery. kursi yang lapuk ini tidak kami jual. Kami masih membutuhkan
kursi lapuk ini. Dan kalau bapak mau kursi yang lain silahkan bapak membeli di
luar saja.
Hery :
o ya sudah kalau niat baik saya di tolak. Ya sudah. Dasar tidak tahu di untung.
Terima kasih.
(hery keluar)
Eka
: lho kenapa bapak tidak marah, melihat
istrinya di permalukan seperti itu.
Anto :
sebenarnya bapak tadi sempat mau marah. Akan tetapi bapak ingat kebaikan pak
hery, waktu membantu Agus masuk SMP. Ibu ingatkan, waktu itu bapak tidak punya
uang untuk membayar uang seragam dan lain-lain. Ya sudahlah, tapi bapak akan
marah ketika hal ini terulang lagi atau bahkan lebih dari pada ini. Dan ibu
harus ingat perkataan saya, kalau kita harus sabar dalam menghadapi cobaan.
Karena orang sabar itu…
Eka
: disayang Tuhan kan? Selalu
kata-kata itu yang bapak ucapkan
Anto :
cobalah untuk memaknai kata-kata itu lebih dalam. Baiklah bu sebaiknya bapak
mau ke kebun membersikan rumput-rumput biar tanaman kopi kita lebih bersih.
Assalamualaikum (keluar)
Eka
: walaikumsalam
Hery
: bu eka… (dengan nada rendah)
Eka :
bapak lagi ya! Kalau pak hery datang kesini hanya untuk menghina saya, saya
minta bapak keluar dari sini sekarang juga.
Hery :
oh sabar dulu bu. Begini sebenarnya saya datang kemari untuk minta maaf atas
perkataan saya tadi. Sebenarnya saya tidak bermaksud untuk menghina ibu. Saya
datang kesini mempunyai tujuan baik untuk kehidupan ibu selanjutnya. Tapi
berhubung bu eka ingin mengusir saya, saya anggap ibu menolak tawaran saya.
Eka
: kehidupan saya selanjutnya! Maksud
bapak?
Hery :
ya kehidupan lebih baik lah. Yang jelas kehidupan yang akan ibu alami nanti,
jauh berbeda dengan ini. Kehidupan ibu akan berubah 180 derajat.
Eka :
180 derajat. Lalu apakah saya nanti tidak perlu memikirkan kayu bakar yang
habis atau yang lainnya lagi?
Hery
: jelas
Eka
: saya tidak perlu susah-susah untuk
mengambil kayu bakar dan meyalakan api lagi.
Hery
: pasti, atau bahkan ibu tinggal mencet
kalau pungin masak.
Eka
: tinggal mencet…
Hery
: ya. Tinggal mencet. Bagaimana bu,
tertarik dengan tawaran saya?
Eka : saya jadi penasaran ya pak…
Hery :
begini bu eka. Sesuai dengan perkataan saya tadi, bahwa saya ingin membeli
kebun kopi ibu yang dekat dengan Desa.
Eka :
gimana ya pak, saya harus mendiskusikan hal ini dengan suami saya pak, dari
kami sendiri tidak ada niat untuk menjual kebun itu.
(tiba-tiba bu tiara datang)
Tiara :
pi… papi… ngapai papi disini. Dari tadi papi belum berangkat ya karena ingin
berduaan dengan wanita kegatelan ini ya, pantesan!!!...
Hery
: tidak mi tidak. (berusaha menghindar)
Eka :
bu tiara saya harap ibu bisa menjaga mulut ibu ya. Saya ini bukan wanita
kegatelan, seperti yang ibu sangka…
Tiara
: buktinya suami saya berduaan dengan
anda! Dasar wanita jalang.
Eka :
he… bu… Tanya saja sama suami ibu. Apa yang membuat pak hery mau berduaan
dengan saya. Ooo mungkin pak hery sudah bosan dengan gajah bengkak.
Tiara
: wanita kurang ajar. Wanita kegatelan.
Eka :
bu sudah. Saya katakana saya buka wanita kegatelan. Dan sekarang saya harap ibu
segera pergi dari sini.
Hery
: bu sumi sabar dong…
Tiara
: ayo pi kita pergi dari sini
Hery :
(hery agak membentak) saya datang
kesini ingin membeli kebun pak anto yang dekat dengan desa.
Tiara
: kebun sedikit seperti itu mau dibeli.
Ayo kita pergi.
Eka :
eeee… sekarang malah menghina kebun saya. Ibu jangan merendahkan keluarga kami
ya. Meskipun saya bukan orang kaya atau berpangkat. Tapi saya tidak akan
menjual kebun itu, walaupun bapak mau menawarkan harga tinggi pun saya tidak
akan jual kepada bapak. Dan saya harap ibu pergi dari sini sekarang juga.
Tiara :
baik saya akan pergi dari sini sekarang juga. Dasar sombong baru punya kebun
sedikit saja sudah seperti orang kaya, ayo pi…
Hery :
saya tidak ikut mami, sebaiknya saya ke knator saja. Dari pada di rumah lihat
mami, pusing aku!! (keluar)
Eka :
dasar gajah betina, beraninya Cuma menggertak saja!! Dikiranya saya takuta apa?
Jengankan gajah betina. Badak betina pun saya ladenin. Eka kok di lawan.
(anto pulang dari ke kebun)
Anto
: assalamialaikum…bu
Eka
: waalaikumsalam (sambil kesal)
Anto
: ada bu? Kok bapak pulang pasang wajah
kusut, seperti belum di setrika saja.
Eka :
tadi pak hery dan istrinya datang kesini. Pak hery mau membeli tanah kita yang
dekat dengan desa. Ehhh… malah istrinya mengatai ibu wanita kegatelan sama pak
hery. Dasar orang kaya bisanya menghina terus.
Anto
: terus ngomong apa saja?
Eka :
mentang-mentang kita sedang kesusahan, mereka dengan sesuka hati menawari
kehidupan yang pasti untuk kedepannya. Apalagi bu tiara malah menghina kebun
kita. Apa coba maksudnya. Kesel ibu pak. Punya tetangga sok kaya.
Anto :
terus ibu menjawab apa? jangan-jangan ibu punya keinginan untuk menjual kebun
kita?
Eka
: bapak jangan berprasangka negatif terus pada ibu. Biarpun ibu sering mengeluh
tapi ibu sayang pada keluarga ini pak. Bagaimana nantinya kita semua kalau
tidak punya kebun, makan apa kita, kita tidak bisa menyekolahkan Agus.
Anto :
bapak senang ibu punya pikiran seperti itu. Tapi ingat bu, kehidupan di dunia
ini kapan saja bisa berbalik, seperti roda berputar kadang di atas kadang pula
di bawah. Kita harus sabar dan tetap tawakal, berdoa, dan usaha pada Allah SWT.
Anto :
kita tetap menyapa keluarga pak hery dan berbuat baik kepada mereka bu, jangan
menyimpan rasa dendam pada orang lain.
Eka
: ini yang paling ibu suka di diri
bapak, penyabar dan baik.
Anto
: ibu… sekarang pandai merayu
(tersenyum)
Eka
: cepat sekali pulangnya pak?
Anto :
ada yang ketinggalan, bapak lupa membawa parang untuk mencari kayu bakar. Entar
ibu marah lagi. dikiranya tidak perhatian sama istri. Ya sudah…. bapak pergi
dulu bu. Assalamualaikum (keluar)
Eka
: waalaikumsalam, entar ibu menyusul
pak.
Eka bersiap-siap memasak dan
membersihkan rumah.
*Mahasiswi Universitas TRidinanti Palembang
dibalik kemarahan wanita pasti ada maknanya :)
BalasHapus